Saturday, October 06, 2007

Being Backpacker



Sudah lama saya ingin menjadi backpacker. Rasanya lebih eksotis dibandingkan melakukan perjalanan wisata yang diatur oleh travel agent. Selain itu, lebih bebas. Spirit of freedomnya lebih terasa.

Sambil ber-backpacking, saya akan menjelajahi kekayaan & keragaman kuliner khas Indonesia. Mirip Pak Bondan "Mak Nyuuzz" Winarno kali ya... Ngiri banget tiap kali liat acaranya beliau. Saya selalu penasaran dengan masakan-masakan daerah yang unik-unik itu. Alhamdulillah, sejauh ini lidah saya cocok-cocok aja tiap kali mencoba makanan baru. Seorang teman pernah berkata, katanya bagi cowok itu cuma ada 2 rasa masakan, enak dan enak banget, alias semuanya doyan!! ha..ha... tapi emang bener juga si...

Kalo saya ingat-ingat, rasanya aktivitas backpacking ini sudah saya lakukan sejak saya mulai kuliah dulu. Tempat kuliah saya berbeda kota dengan rumah saya, dan perjalanan dari kota saya ke ke kota tempat kuliah biasanya ditempuh dengan kereta api kurang lebih 5 jam. Saya sering tidur di stasiun atau terminal (bareng teman2 tentunya) dan merasa enjoy aja. Sewaktu SMA pun saya suka naik gunung. Dan sampai sekarang, rasanya saya lebih nyaman memakai tas model backpack dan sandal gunung.



Suatu saat nanti, impian saya adalah bisa melakukan backpacking di Eropa. Mmmm.. dimulai dari mana ya... Venesia (the most exotic place), trus Florence (where Da Vinci was born), Yunani/Greece (wher all modern knowledge & civilization was begun), Paris (city of the cities) ha..ha.. Mimpi kali ya... gapapa, mimpi kan gratis

Saturday, September 22, 2007

Berikan Yang Terbaik Dari Dirimu....

Orang sering keterlaluan, tidak logis, dan hanya mementingkan diri.
Bagaimanapun, maafkanlah mereka.

Bila engkau baik hati, bisa saja orang lain menuduhmu punya pamrih.
Bagaimanapun, berbaik hatilah.

Bila engkau sukses, engkau akan mendapat beberapa teman palsu, dan beberapa sahabat sejati.
Bagaimanapun, jadilah sukses.

Bila engkau jujur dan terbuka, mungkin saja orang lain akan menipumu.
Bagaimanapun jujur dan terbukalah.

Apa yang engkau bangun bertahun-tahun mungkin saja dihancurkan orang lain hanya dalam semalam.
Bagaimanapun bangunlah.

Bila engkau mendapat ketenangan dan kebahagiaan, mungkin saja orang lain jadi iri.
Bagaimanapun berbahagialah.

Kebaikan yang engkau lakukan hari ini mungkin saja besok sudah dilupakan orang;
Bagaimanapun berbuat baiklah.

Bagaimanapun, berikan yang terbaik dari dirimu!

Engkau lihat, akhirnya ini adalah urusan antara engkau dan Tuhanmu.
Bagaimanapun ini bukan urusan antara engkau dan mereka.

Bunda Theresa

Wisdom of The Day

"Find something you can be passionate about."

Martha Stewart

Sunday, September 09, 2007

Berguru Pada Seorang Marketer Handal.....

Hari Sabtu kemaren, saya mendapatkan pelajaran selling/marketing dg cara praktek langsung bersama ahlinya. Namanya Bu Susi. Beliau spesialis memasarkan produk-produk property seperti kios, ruko, rumah dan tanah. Bu Susi memulai debutnya sebagai sales/marketer di Grup Lippo (kalau nggak salah perumahan Lippo Karawaci).

Mengikuti suami yang ditugaskan di Samarinda, Bu Susi pun menjajal skillnya di ibukota Kaltim ini. Lembuswana Mall menjadi salah satu proyek yang tersentuh oleh tangan dinginnya. Konon katanya sih, 80% ruko dan kios di Lembuswana dia yang jual.

Setelah seluruh kios & ruko Lembuswana habis terjual, Bu Susi bergabung dengan proyek yang dikembangkan oleh developer dimana saya bekerja, sebuah kawasan perumahan di pinggiran kota Samarinda. Prestasi penjualan rumah kami memang meningkat cukup signifikan setelah Bu Susi bergabung dengan kami. Kepada siapa dia menjual rumah-rumah di proyek kami? Tak lain kepada 'mantan-mantan' konsumennya yang membeli ruko/kios di Lembuswana Mall. Sayangnya, Bu Susi cuma 2 bulan bergabung dengan tim kami, karena harus mengikuti suami yang dipindahkan ke Jakarta.

Hari Kamis kemaren, kami me-launching ruko kami yang pertama. Hanya 13 unit yang kami luncurkan untuk melakukan test & measure pasar. Ternyata, Bu Susi ini sudah menantikan launching ruko di perumahan kami, karena banyak customernya yang sudah menanyakan kapan ruko di perumahan kami ini akan diluncurkan. Jadi, pada Jumat sore beliau khusus datang dari Jakarta hanya untuk menjual ruko-ruko ini.

Sabtu pagi, driver kantor saya sudah janjian dengan Bu Susi untuk mengantar beliau menemui beberapa prospeknya yang tertarik untuk membeli ruko. Saya memutuskan bahwa saya harus ikut biar bisa belajar langsung. Saya kira, cara belajar yang paling baik memang dengan cara praktek langsung. Dalam hati saya berpikir, ini nih, saatnya melihat langsung di lapangan, kira-kira sesusai nggak, dengan teori-teori atau trik-trik yang selama ini ada di buku.

Benar saja, banyak banget hal-hal yang menurut saya baru (karena saya bukan orang sales/marketing, saya pure orang teknik yang kebetulan suka baca buku marketing). Dalam melakukan deal-deal transaksi dengan para kliennya, Bu Susi lebih banyak melakukan pendekatan secara personal. Betul-betul personal. Setiap kliennya diperlakukan tidak semata-mata untuk kepentingan bisnis. Mereka sudah dianggap seperti keluarga sendiri. Rata-rata, kliennya yang kami datangi pada hari itu telah membeli properti lewat Bu Susi lebih dari 3 kali. Bahkan, ada yang sudah 6 kali membeli properti padanya!

Ketika Bu Susi presentasi pada salah satu kliennya, saya perhatikan betul-betul apa yang diomongkannya, bagaimana upayanya untuk "menggiring" prospek mulai dari tidak tahu, jadi tahu, tertarik, dan akhirnya closing. Dahsyat banget memang teknik persuasinya. Di mobil pun, Bu Susi sibuk menelepon klien-kliennya yang lain. Saya perhatikan baik-baik tehnik "tele marketing"-nya itu. Rata-rata kliennya yang diteleponnya juga tertarik, beberapa bahkan langsung membuat janji untuk bertemu sore hari itu juga di lokasi ruko. Hari itu, kalo tidak salah Bu Susi berhasil meng-closing 5 buah ruko. Mantap!

Esoknya, hari Minggu Bu Susi terbang lagi ke Jakarta, karena memang hari Senin sudah harus masuk kerja. Oya, sekarang ini dia menjadi salah satu Marketing Executive perumahan mewah The Spring Hill, Kemayoran.

Hmm, satu lagi pelajaran yang sangat berharga di hari Sabtu yang cukup cerah ini.....

Friday, September 07, 2007

Home is Where My Heart is....


Tiba-tiba aku merindukan rumah. Rumah tempat aku pulang. Rumah dimana aku akan kembali setelah seharian bekerja. Rumah dimana segala kehangatan akan menyambutku, menghapuskan penat dan letihku.

Rumah bukan sekedar bangunan yang terdiri dari pondasi, dinding dan atap. Rumah adalah tempat berlindung ketika panas menyengat, hujan mengguyur maupun dingin menyergap. Sebuah rumah haruslah hangat sekaligus sejuk.

Separuh dari seluruh hidup kita seharusnya dihabiskan di rumah. Mencari nafkah & rezeki, bisa dilakukan dari rumah. Rumah adalah sekolah terbaik untuk seorang anak. Dengan teladan guru yang terbaik, ayah dan ibu. Alam akan menjadi buku pelajarannya. Dan cinta akan menjadi kurikulumnya.

I wanna go home....

Sunday, September 02, 2007

Pesan Dari Bunda.....

Kemaren telpon Ibu.

Mohon doa restu agar bisa dimudahkan semua urusan serta dilancarkan semua pintu rezeki.

Dan Ibu pun menjawab singkat "Bagaimana sholat Dhuha mu?"

Baca Buku : Sebuah Kemewahan....

Kalo diingat-ingat lagi, rasanya lebih enak waktu jaman masih kuliah di Solo dulu. Waktu itu hobby baca buku bisa dilakukan kapan saja. Maklum, namanya mahasiswa. Banyak waktu luang dong. Kalo sekarang? Uh... Rasanya susah banget untuk nuntasin sebuah buku dalam sekali baca. Bisa butuh waktu 2 minggu sampe sebulan untuk menyelesaikan 1 judul buku. Padahal, baca buku (terutama novel) itu paling nikmat kalo gak sampe keputus di tengah jalan. Yah, habis mau gimana lagi? Namanya juga masih status di-BOTOL-in sama orang lain. (bagi yang belum tau artinya BOTOL bisa liat di sini)

Tapi itu juga masih mendingan. Dulu ketika masih ditempatkan di kantor pusat sebagai staff teknik, saya malah tidak sempat beli buku sama sekali. Baca buku apalagi. Pulang kerja jalan macet, sampe kos badan capek. Gak sempet mikir untuk baca buku. Sabtu-minggu? Seringnya lembur. Jadilah selama setahun di Jakarta nyaris gak ada tambahan koleksi buku baru. Sekarang di Samarinda, bisa lah untuk menyempatkan waktu ke Gramedia. Yup, biarpun pekerjaan di proyek relatif lebih berat, tapi entah bagaimana kok ya saya masih bisa sering-sering ke Gramedia buat nambah koleksi. Mungkin karena kota Samarinda tidak seruwet di Jakarta. Jalanan pun relatif masih lancar. Memang betul, di Jakarta itu waktu dan energi kita habis di jalan.

Saya ingat, dulu waktu masih di Solo saya bisa melahap novel Taiko (thanks to Hilman) yang tebelnya naujubile itu dalam waktu 3 hari saja. Semua serial Harry Potter rata-rata bisa tamat dalam semalam. Nikmat sekali rasanya. Sekarang? Buku Long Tail tulisannya Chris Anderson yang saya beli pada bulan Juni aja baru saya tuntasin, itupun butuh waktu semingguan. Padahal tebalnya gak seberapa. The Art of the Deal-nya Donald Trump yang sudah sebulan saya beli juga masih belum tersentuh. Beberapa novel juga belum tersentuh sama sekali. Macam Celestine Prophecy-nya James Redfield dan 100 Years of Solitude-nya Gabriel Garcia Marquez. Keduanya memang novel lama. Saya cuma penasaran aja sama kedua novel yang luar biasa itu. Layak banget untuk dikoleksi, yang nulis pemenang Nobel Sastra gitu loch...

Memang sih, jaman kuliah dulu sumber daya (dana maksudnya) untuk nambah koleksi buku sangat terbatas. Namanya juga anak kos yang masih mengandalkan kiriman. Tapi kalo diingat-ingat, rasanya anggaran terbesar saya (setelah kos dan makan) memang buat beli buku. Sekarang, karena udah bisa cari duit sendiri, ibaratnya mau tiap hari beli buku juga bisa. Ironi memang. Waktu masih mahasiswa, dimana saya harus nahan diri kuat-kuat kalo mau beli buku, saya malah bisa sangat menikmati indahnya saat-saat membaca buku kapan saja saya mau. Yup, biarpun gak bisa beli, kan ada persewaan buku di dekat kampus yang sangat lengkap dan up to date. Waktu itu cukup bayar 4 ribu sudah bisa "ngabisin" Harry Potter. Sekarang, dimana saya bisa beli buku kapan saja saya mau, eeeh, waktu untuk membacanya yang gak ada. Jadi, kalo ada kesempatan untuk baca, saya akan memanfaatkan kemewahan tersebut dengan sebaik-baiknya.

Nonton Bareng The Secret


Tadi sore, saya, Juni dan Zaenal bareng-bareng nonton film The Secret yang menghebohkan itu. DVDnya sendiri sudah 1 mingguan saya beli, tapi baru saya tonton tadi sore. Bukannya gak sempet, tapi emang lebih asyik kalo nontonnya rame-rame bareng sama orang yang seide dan sepikiran. Sayang, Candra gak bisa ikut nonton bareng karena sedang ada urusan bisnis di Jakarta.

Tempat nonton bareng sengaja dipilih di TK kita. Hitung-hitung sekalian nengok warung. Kayaknya emang semakin mantep aja nih setelah nonton The Secret. Kita jadi tambah yakin dan PD. Pokoknya termotivasi banget lah....

Apalagi, Sabtu malam kemaren kita juga habis diprovokasi oleh motivator dan pengusaha nasional Pak Jaya Setiabudi di forum mentoring EU Samarinda. Fiuuuh, tambah kebakar aja rasanya. Malam sebelumnya, Jumat malam Pak Purdi kebetulan juga datang ke Samarinda. Baik Pak Purdi maupun Pak Jaya sama-sama sedikit mengupas materi yang ada di The Secret. Wah, memang sensasional betul buku/film The Secret ini. Tinggal actionnya aja nich. Semangat...semangat...!!!

Thursday, August 30, 2007

Wisdom of the Day

Before you lead, you have to learn how to follow.
Anonymus


A leader leads by example, not by force.
Tsun Zu, The Art of War



...

Thursday, August 23, 2007

Tangga dan Lift

Tangga dan Lift memiliki fungsi yang sama. Sebagai connector antara lantai bawah ke lantai atasnya pada sebuah gedung. Dengan lift, kita tidak usah cape-cape, tinggal masuk, tekan tombol untuk menuju lantai berapapun yang kita inginkan, tunggu barang 1 - 5 menit (tergantung tingginya gedung)....wuzzz sampailah kita. Lain halnya dengan tangga. Kita sepenuhnya menggunakan tenaga dan kemampuan kita sendiri untuk menuju lantai yang kita inginkan. Karena itulah, pada masa sekarang tangga umumnya digunakan untuk ketinggian gedung maksimal 4 lantai. Lebih dari itu? Fiuhhh... bisa-bisa betis bengkak-bengkak.

Kita dibikin nyaman oleh lift. Nyaris tak ada tenaga yang kita keluarkan. Sudah ada motor penggerak yang digerakkan oleh energi listrik. Jadi tenaga kita diganti dengan energi listrik. Di sini, kita tergantung pada motor penggerak yang mengangkat lift dan energi listrik yang menggerakkan motor. Satu-satunya tenaga yang kita keluarkan mungkin hanya untuk menekan tombol saja. Selebihnya, kita pasif dan "pasrah" saja, dibawa oleh lift, naik ataupun turun.

Sebaliknya, tangga menuntut kita untuk aktif sepenuhnya. Tenaga yang kita keluarkan sebanding dengan pencapaian kita. Naik dari lantai 1 ke lantai 3 tentu saja butuh energi 2x lipat dibandingkan dengan naik dari lantai 1 ke lantai 2. Kita diharuskan aktif. Seberapa tinggi kita ingin naik, atau seberapa cepat kita ingin sampe ke lantai yang kita tuju tidak tergantung pada siapa-siapa. Kita sendiri yang menentukan.

Kehidupan ini mirip dengan tangga dan lift. Seringkali kita mengandalkan faktor eksternal untuk meraih tujuan kita. Sama seperti lift, faktor eksternal berada di luar kontrol kita. Jika lift bisa tiba-tiba macet karena rusak atau mati listrik, faktor eksternal pun bisa "macet" tanpa kita bisa mencegahnya. Nepotisme dalam karir maupun bisnis adalah "lift" kita. Dengannya, kita bisa "naik" ke posisi yang lebih tinggi dengan lebih cepat. Tapi, siapa yang bisa mencegah jika "lift" itu ternyata tiba-tiba macet, orang yang kita jadikan "gantungan" tiba-tiba pindah jabatan atau dipecat misalnya?

Jika kita menapaki tangga kehidupan kita sendiri, semuanya berada dalam kontrol kita. Kita tinggal melangkah saja. Tidak perlu melihat keseluruhan anak tangga. Cukup melangkah ke anak tangga yang di depan kita saja. Toh nantinya akan sampai juga. Mau cepat atau lambat atau seberapa tinggi kita ingin meraih tujuan kita, kita sendiri yang menentukan. Jika ingin lebih cepat atau lebih tinggi, tentunya "energi" yang kita keluarkan harus lebih besar. Energi di sini adalah skill kita, sikap dan mental kita. Senantiasa belajar adalah cara untuk meningkatkan energi ini.

Bukankah jauh lebih membahagiakan, mencapai tujuan kita dengan upaya kita sendiri? Kita sendiri yang menentukan nasib kita, bukan orang lain. Dan kitapun tidak perlu kuatir akan mati listrik. Karena kaki kita sudah terbiasa menapaki tangga-tangga kehidupan kita sendiri.

Friday, August 17, 2007

Memberi : Kebahagiaan yang Tertinggi

Saya tergelitik untuk memposting tulisan ini karena pengalaman saya ketika mau sholat jumat tadi siang. Lokasi mesjidnya cukup jauh dari tempat tinggal saya. Hampir 1 km dan saya hanya jalan kaki saja. Baru sekitar 100-an meter saya berjalan, tiba-tiba ada sepeda motor berhenti di samping saya, arahnya dari belakang. Yang mengendarai anak muda, mungkin masih SMU. "Mau ke masjid Om?" tanyanya sambil menawarkan boncengan. Tanpa ragu, sayapun langsung naik ke motornya dan bersama-sama kami menuju masjid untuk sholat jumat.

Saya sangat terkesan dengan anak ini. Baginya, saya adalah orang asing. Tapi tanpa ragu-ragu ia mau saja menawarkan tumpangan. Saya berpikir dalam hati, ini adalah salah satu bentuk shodaqoh yang paling tinggi tingkatannya. Ah, mungkin Tuhan sedang mengingatkan saya melalui anak ini karena saya sudah cukup lama tidak melakukan shodaqoh.

Pak Purdi dalam salah satu mentoring Entrepreneur University pernah mengatakan bahwa memberi/shodaqoh adalah latihan paling mendasar untuk menjadi pengusaha. Penjelasannya begini, dalam setiap bisnis, pasti didahului dengan suatu investasi. Nah, buat pemula yang baru mau belajar bisnis biasanya takut untuk berinvestasi. Wajar, karenan mindset-nya selama ini adalah "menerima" gaji, bukan "mengeluarkan" investasi. Padahal, ini hanya masalah urutan saja. Pengusaha memang mengeluarkan terlebih dahulu (investasi), tapi nantinya diharapkan akan ada imbal hasil atas investasinya tadi. Jadi, menerimanya belakangan. Bukankah ada resiko atas investasi tersebut? Betul, justru pelajaran yang paling penting di sini adalah, bagaimana mengelola resiko tersebut agar masih bisa di bawah kontrol kita. Makanya, Pak Purdi menyarankan, latihan untuk investasi dimulai dengan membiasakan diri untuk shodaqoh. Logikanya begini, kalo kita sudah tidak merasa sayang dengan uang yang dikeluarkan untuk shodaqoh yang sudah pasti "hilang" (sebenarnya tidak hilang, karena Tuhan sudah berjanji untuk menggantinya), maka untuk mengeluarkan uang untuk diinvestasikan mestinya bisa lebih santai lagi, karena toh investasi itu nantinya akan menghasilkan di kemudian hari.

Bagi saya, bisa bershodaqoh adalah kebahagiaan tertinggi yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada saya. Contoh yang paling simple, dulu ketika masih kecil saat-saat yang paling membahagiakan kita adalah saat hari raya lebaran. Waktu itu saudara-saudara yang lebih tua, Kakek, Nenek, Pak Dhe, Om, Tante akan membagikan uang kepada kita. Sekarang, giliran saya yang membagikan uang ke keponakan-keponakan dan sepupu-sepupu saya yang masih kecil. Dan saya merasa jauh lebih bahagia ketika bisa memberi uang daripada ketika diberi uang seperti saat masih kecil dulu.

Bentuk shodaqoh bisa bermacam-macam. Salah satu mentor EU bercerita, dia bershodaqoh dengan cara menyumbangkan fasilitas wudhu di beberapa langgar dan masjid. Simple, tapi maknanya dalam sekali. Katanya, itu bisa diibaratkan dengan royalti/passive income. Dia cukup "investasi" shodaqoh sekali saja dengan membangun tempat wudhu, tapi "income" pahalanya kan mengalir terus ke "rekening" amalnya selama masih ada orang yang berwudhu di situ. Ha..ha..ha... dasar pengusaha, menganalogikan shodaqoh kok diibaratkan dengan bisnis. Tapi memang masuk akal juga sih. Hmm... mudah-mudahan suatu saat saya bisa "investasi" amal seperti dia. Tidak hanya tempat wudhunya, kalo bisa tempat sholatnya alias masjidnya sekalian.

Di sebuah vihara yang sering saya lewati, ada tulisan besar yang bagus sekali tentang memberi. Bunyinya "Janganlah Engkau Memberikan Sesuatu Kepada Orang Lain yang Engkau Sendiri Tidak Mau Menerimanya". Maknanya dalam sekali bukan?

Sunday, August 12, 2007

Mijan Syahrani : 1 Milyar Dalam 6 Bulan!

Orangnya sederhana dan cenderung pendiam. Tapi siapa sangka, justru dibalik kesederhanaannya itu tersimpan semangat yang sangat besar. Saya pun sempat terkecoh dengan penampilannya itu. Mungkin bukan hanya saya yang terkecoh. Siapa saja yang baru pertama kali bertemu dengannya, pasti tidak akan pernah menyangka kalau ia baru saja melakukan transaksi luar biasa dahsyat. Don't judge the book by it's cover. Nasihat itu sudah saya hapal di luar kepala. Tapi ternyata masih belum juga saya 'amalkan', he..he..he..

Mijan Syahrani adalah murid Enterpreneur University Samarinda angkatan 3. Mungkin dia adalah The Living Legend di komunitas EU Samarinda, setelah Candra. Atau, bisa saja dia adalah the next James dalam komunitas TDA. Yup, Mijan adalah investor properti baru, yang dengan transaksi pertamanya sudah menghasilkan uang cash 1 Milyar rupiah, hanya dalam waktu 6 bulan!

Semuanya berawal dari The Power of Dream. Di kelas EU memang ada salah satu mentor yang mengajarkan hal ini. Intinya sama dengan yang diajarkan dalam The Secret atau Quantum Ikhlas. Mijan sudah membuktikan bahwa The Attractor Factor bisa terjadi pada siapa saja.

Jadi, ketika sudah mengetahui kekuatan dari mimpi, Mijan menuliskan "Saya harus punya rumah 1 tahun dari sekarang". Menuliskannya pun di balik kalender bekas. Setelah itu, diapun berkeliling mencari properti. Singkat cerita, didapatkanlah sebuah rumah yang dirasa cocok dengannya. Si pemilik menawarkan 300 juta rupiah. Karena tidak punya uang cash sama sekali, Mijan memanfaatkan Bank. Diajukanlah proposal pembiayaan ke salah satu Bank swasta. Ternyata, setelah di-apraise Bank menghargai properti itu senilai 700 juta rupiah! Setelah dipotong biaya provisi, notaris dsb, Mijan pun masih memiliki sisa 300 juta lebih. Uang itu digunakan untuk mengangsur cicilan yang nilainya mencapai 17 juta-an per bulan. Oya, Mijan mendapatkan rumah pertamanya dalam waktu 3 bulan lebih sedikit dari waktu ia menulis mimpinya.

Cerita belum selesai. Kurang lebih 3 bulan sejak Mijan memiliki properti itu, datanglah seseorang menawar rumah tersebut dengan nilai yang fantastis, 1.3 Milyar Rupiah! Meskipun awalnya ragu karena merasa sayang melepaskan rumah pertamanya (yang belum sempat ditinggali), rumah itu akhirnya dilepas juga. Dengan dana segar itu, Mijan melunasi hutangnya yang 700 juta. Jadi, hanya dalam waktu 6 bulan, Mijan sudah menghasilkan uang +/- 1 Milyar! Pertama, dari cashback pinjaman bank, Mijan menghasilkan +/- 400 juta. Kemudian, dari margin penjualan rumah ia menghasilkan +/- 600 juta.

Dengan dana 1 Milyar itu, 500 juta digunakan sebagai uang muka untuk 13 properti yang baru, dan semuanya disewakan. Sisanya yang 500 juta? Ditabung sebagai cadangan, katanya. Saya ingat, Pak James juga pernah berkata kalau ia mempunyai dana segar (kalau tidak salah) sekitar 800 juta di tabungannya. "Buat nakut-nakutin bank, katanya", ha..ha..ha...

Sungguh, siapapun nggak akan nyangka bahwa seorang Mijan yang sederhana dan pendiam ini ternyata adalah seorang milyader. Bahkan, saya lihat HPnya pun masih yang harganya 400 ribuan. Ia memiliki kecerdasan finansial tingkat tinggi. Bayangkan saja, menghasilkan 1 Milyar dari 0 rupiah hanya dalam 6 bulan, dan tidak meninggalkan utang! Dan ingat, ini adalah transaksi pertamanya. Hmm, ternyata memang benar kata Pak Roni dalam salah satu artikelnya, atau kata Tung Desem W, atau kata Brad Sugar, atau kata Robert G Allen, bahwa properti adalah one of the way to creating wealth. Jadi tambah semangat sama properti nih. Mudah-mudahan rekornya Mijan, Pak James dan Candra bisa saya pecahkan!



Dari kiri ke kanan, Juni (partner bisnis saya), Mijan dan Saya dalam salah satu mentoring session EU Samarinda.

Sunday, August 05, 2007

Jadi, apa profil saya?

Setelah tahu bahwa secara natural ada 8 profil untuk menjadi pengusaha, saya malah jadi bingung sendiri... profil saya termasuk type yang mana ya?

Kalo dingat-ingat lagi, rasa-rasanya profil yang paling cocok dengan sifat alami saya adalah type creator. Saya memang cenderung kreatif, banyak ide-ide tapi sulit untuk mengimplementasikan ide-ide tersebut. Kadang-kadang ide-ide saya itu meloncat terlalu jauh ke depan. Orang lain belum kepikiran, saya sudah memikirkannya dulu. Tapi ya itu, karena saya hanya kuat di sisi kreatif tapi lemah dalam pelaksanaan teknisnya, kadang-kadang orang lain menilai saya N.A.T.O (omong doang), he..he..he..

Hmm... alih-alih menguatkan sisi lemah saya, lebih baik saya fokus untuk terus menguatkan apa yang sudah jadi bakat alami saya, yaitu creator. Untuk menutupi kelemahan saya, saya harus berkolaborasi dengan orang-orang type supporter dan mechanic. Bersinergi, di situlah kuncinya.

Memang, saya sangat lemah dalam hal-hal yang sifatnya rutin dan administratif. Dengan mengetahui profil alami saya, mestinya saya bisa fokus dengan apa yang menjadi porsi saya. Untuk hal-hal yang lainnya, saya harus menemukan tim yang tepat agar bisa terjadi Quantum Leaps dalam setiap usaha saya.

Tuesday, July 31, 2007

Alhamdulillah, saya sangat bersyukur !

Baru aja saya beli buku Quantum Ikhlasnya Mas Erbe Santanu. Belum selesai dibaca sih... Tapi dari sedikit yang sudah saya baca itu, saya mendapat pelajaran berharga. Ternyata, apa yang menjadi keyakinan saya selama ini bahwa kita harus selalu berpikir positif, kurang tepat, bahkan cenderung "menyesatkan".

Alih-alih positive thinking, seharusnya kita selalu "merasakan" positive feeling. Yup, percuma saja "otak" kita berpikir positive, tapi "hati" kita tidak. Jadinya nggak sinkron. "hati" adalah alam bawah sadar yang memiliki pengaruh 88%, sementara "otak" adalah alam sadar yang memiliki pengaruh 12%. Jadi, kemana diri kita akan dibawa (sukses-tidak sukses, sehat-sakit, stress-fun, sedih-bahagia) alam bawah sadarlah yang bertanggung jawah, karena ia memiliki pengaruh yang lebih besar.

Di Quantum Ikhlas dijelaskan, perasaan positif (positive feeling) bisa dilatih, salah satunya dengan kita "merasa" bersyukur setiap saat. Bersyukur adalah awal untuk menjadi ikhlas.

Saya akan mulai berlatih dengan menuangkan rasa syukur saya dalam tulisan ini. Hanya mengucapkan dalam bibir, serta merasakan dalam hati saja rasanya masih kurang. Dengan menuangkannya dalam tulisan, otomatis pikiran, perasaan dan tubuh (tangan) kita semua bekerja bersama-sama.

Oke, saya mulai....

Alhamdulilah, saya bersyukur sekali dilahirkan dari keluarga yang sederhana. Sejak kecil saya telah dilimpahi kasih sayang dan cinta yang luar biasa dari Bapak dan Ibu saya. Bapak senantiasa menanamkan nilai-nilai agama dan moral yang sampai saat ini insya Allah masih saya pegang. Saya beruntung sekali dilahirkan di kampung, di sebuah desa di lereng Gunung Slamet, bukan di kota besar. Jadi, sampai sekarang, saya tidak tergoda oleh sikap individual dan materialistis sebagaimana kebanyakan masyarakat di kota besar. Alhamdulilah, kebiasaan hidup prihatin dan sederhana sudah dibiasakan oleh Bapak dan Ibu, sehingga saya sudah tidak kaget lagi ketika memang harus hidup prihatin.

Alhamdulillah, saya merasa bersyukur sekali karena Bapak dan Ibu telah membekali saya dengan pendidikan yang baik. Mungkin karena Bapak sendiri adalah seorang guru. Sejak kecil, saya sudah diakrabkan dengan buku bacaan. Benar-benar sebuah anugerah yang luar biasa, yang manfaatnya sangat terasa sekarang. Bapak juga tidak pernah "menyuruh" saya belajar, sebaliknya saya dibiarkan untuk mendapatkan sendiri kesadaran dan kebutuhan akan belajar. Bapak tidak pernah menuntut saya untuk mengambil jurusan ini itu kepada saya, tapi Bapak memberikan pandangan-pandangannya, dan saya tetap dibebaskan untuk memilih jurusan apa saja yang saya mau.

Alhamdulillah, saya merasa bersyukur sekali bisa lolos UMPTN dan bisa merasakan kuliah di sebuah Universitas Negeri. Alhamdulillah, biaya kuliah di sini murah sekali jika dibandingkan dengan universitas-universitas yang lain. Saya bersyukur sekali, sewaktu kuliah saya berkesempatan ikut beberapa organisasi mahasiswa dan bertemu kawan-kawan yang luar biasa dari lain jurusan maupun fakultas. Alhamdulilah, dulu ketika kuliah saya tidak melulu "belajar" thok dan mengejar IPK. Justru pengalaman berorganisasi itulah yang melatih kecerdasan emosional dan sosial saya. Hal yang saya rasakan betul kegunaannya sekarang.

Alhamdulilah, dulu sebelum lulus saya sudah merasakan bekerja. Di dua perusahaan berbeda! Satunya perusahaan konsultan dan satunya lagi perusahaan kontraktor. Saya bersyukur sekali, sudah memiliki pengalaman kerja meskipun belum lulus. Rasa syukur saya semakin bertambah, mengingat bahkan sampe saat ini ada masih ada beberapa teman angkatan saya yang kurang beruntung belum diterima kerja alias masih menganggur. Saya bersyukur sekali, saya bisa lulus dengan IPK di atas 3.

Alhamdulillah, ternyata di balik ujian Allah memanggil Bapak begitu cepat ada hikmah yang luar biasa. Saya jadi lebih dewasa, dengan tanggung jawab "mengawal" Ibu dan kedua adik perempuan saya. Saya jadi belajar untuk lebih sabar dan memikirkan setiap langkah dan keputusan yang akan saya ambil, tidak asal jalan dan grusa-grusu.

Saya bersyukur sekali, saya tidak perlu berlama-lama menunggu panggilan kerja. Saya juga bersyukur, saya tidak usah menulis lamaran kerja banyak-banyak sebagaimana sebagian besar teman kuliah saya. Saya hanya perlu fokus pada satu lamaran yang saya kehendaki, dan alhamdulilah saya diterima di perusahaan tempat saya bekerja sekarang ini.

Saya bersyukur sekali bisa "belajar" di perusahaan dimana saya bekerja. Banyak sekali ilmu-ilmu aplikatif yang tidak saya peroleh di bangku kuliah, tapi saya dapatkan di sini. Saya bersyukur sekali, di awal tahun 2006 saya ditugaskan di sebuah proyek. Ternyata di proyek jaaaauuuh lebih banyak lagi ilmu-ilmu yang saya dapatkan.

Saya merasa sangat bersyukur, bisa "nyasar" ke milis-milis motivasi, milis perencanaan keuangan dan milis bisnis. Saya juga sangat bersyukur bisa dipertemukan dengan Pak Roni. Meskipun dipisahkan oleh jarak yang jauh, teknologi internet telah memungkinkan saya untuk belajar tentang kehidupan, motivasi dan bisnis darinya. Saya juga bersyukur sekali, diberikan kesempatan untuk ikut Entrepreneur University. Sungguh, baik Pak Roni maupun Entrepreneur University telah mendorong saya untuk selalu menjadi yang terbaik.

Alhamdulillah, EU dan TDA telah mengajarkan saya untuk ringan tangan dalam memberi. Saya telah merasakan kenikmatan tertinggi, yaitu ketika kita memberi dan berbagi untuk orang lain.

Alhamdulillah, saya sangat beruntung, dipertemukan dengan orang-orang yang luar biasa, Juni, Candra, dan Zaenal. Mereka telah menjadi inspirasi dan partner bisnis yang luar biasa dahsyat.

Alhamdulillahi robbil 'aaalamiin... Allah telah menganugerahkan hidup yang luar biasa untuk saya.

Friday, July 27, 2007

Apa Profil Saya ?

Tulisan ini saya kutip dari sini. Yang nulis adalah Jenderal TDA alias Pak Roni.

Dalam berbisnis, ternyata setiap orang memiliki 8 kecenderungan alami yang berbeda-beda antara orang yang satu dengan yang lainnya. Peluang untuk sukses lebih besar jika kita paham betul dengan kecenderungan/bakat/profil alami kita itu.

Nah, 8 profil alami tersebut adalah :


1. Creator
2. Star
3. Supporter
4. Deal Maker
5. Trader
6. Accumulator
7. Lord
8. Mechanic

1. Creator. Orang seperti ini diwakili oleh Bill Gates, Walt Disney, Richard Branson dan sebagainya. Mereka adalah orang-orang kreatif dan banyak idenya. Mereka akan terus berkreasi dengan apa pun yang dimilikinya, meskipun terbatas. Mereka fokus di sisi kreatif saja dan menyerahkan pekerjaan lainnya kepada supporter atau mechanic dan lainnya.

2. Star (bintang), contohnya adalah Oprah Winfrey, David Beckham, Inul dan sebagainya. Mereka menjadi magnet bagi uang. Personal branding mereka kuat dan melekat pada dirinya. Uang didapatnya ketika ia tampil di pentas. Biasanya mereka ini adalah orang-orang yang ekstrovert, suka tampil di depan orang banyak.

3. Supporter (pendukung). Diwakili oleh Jack Welch (mantan CEO GE), TP Rachmat (Astra). Mereka suka memimpin orang, adalah manajer yang handal dan hebat dalam mengelola perusahaan.

4. Deal Maker, contohnya adalah Donald Trump, Li Kashing. Mereka suka bernegosiasi sampai titik darah penghabisan. Akalnya ada 1001 untuk mendapatkan best deal.

5. Trader (pedagang), contohnya adalah George Soros, Theo F. Toemion. Mereka mencari produk dengan harga murah dan bisa dijual harga tinggi. Timing adalah salah satu kunci keberhasilannya. Visinya adalah jangka pendek. Yang penting beli di harga sekian dan jual di harga sekian.

6. Accumulator, tokohnya adalah Warren Buffet, Robert Kiyosaki. Mereka suka mengumpulkan aset, menunggu dengan sabar sampai harganya tinggi dan menjual atau mendapatkan cashflow dari aset itu.

7. Lord, mereka adalah orang yang suka dengan detail, suka menghitung dengan matang dan jeli, pintar merekayasa keuangan. Profil ini diwakili oleh Andrew Carnegie, Laxmi Mittal, Sandiaga Uno dan sebagainya. Mereka bisa membangun kekayaan dengan modal nol.

8. Mechanic. Orang tipe ini adalah para pembuat sistem dan mengembangkannya. Contohnya adalah Ray Kroc (Mc Donald's), Sam Walton (Wal Mart) dan sebagainya. Mereka selalu berpikir bagaimana agar sistem bisnisnya menjadi lebih baik dan lebih baik lagi.

Apakah tipe profil yang cocok untuk anda? Silakan tentukan sendiri di mana kecenderungan anda. Tidak mutlak harus kuat di satu profil saja. Bisa jadi ada 1 yang kuat dan 2 lainnya mendukung.

Orang yang sudah mengetahui profilnya, ibarat berjalan di jalan tol bebas hambatan.

Orang yang belum ketemu profilnya, ibarat berjalan di jalan kampung yang berliku-liku alias banyak trial dan errornya.

Kalau anda sudah tahu di mana profil anda, enak sekali. Anda tinggal fokuskan saja di situ.

Contohnya Inul. Dia hanya fokus latihan goyang dan nyanyi aja. Dia tidak mikirin bagaimana menjual karcis, bagaimana menata panggung, bagaimana band pengiringnya dan bagaimana membuat deal dengan event organizernya. Semua pekerjaan itu dilimpahkannya kepada ahlinya.

Dia hanya fokus di panggung saja sebagai star.

Coba bayangkan seandainya semua hal itu dilakukannya sendiri saja. Kebayang nggak bagaimana pusingnya.

Kemarin siang saya bertemu dengan seorang supplier saya yang agak bermasalah. Masalah utamanya adalah dia merangkul semua profil itu di dalam dirinya alias "one man show".
Akibatnya, kepalanya hampir "pecah" kelebihan beban. Dia adalah direkturnya merangkap kreatif merangkap produksi merangkap pemasaran merangkap bagian keuangan merangkap bagian purchasing merangkap deal maker.

Menurut saya dia adalah seorang deal maker. Dia cukup fokus di bidang itu saja dan menyerahkan seluruh pekerjaan lainnya kepada orang lain. Masalahnya, dia adalah orang yang perfeksionis, tidak mudah percaya kepada orang lain. Nah, ini sih soal mind set yang salah.

Ada juga teman saya yang memaksakan diri jadi pedagang. Padahal dia adalah tipe mekanik yang kuat di sistem. Tau sendiri kan apa cerita selanjutnya? Ya, gagal tentu saja. Dia paksakan terus buka dagangan lain dan berakhir dengan kekecewaan yang sama.

Makanya, saran saya pakailah kaidah tukang kayu: ukur 2 kali, potong 1 kali. Renungkan dulu sampai ketemu bakat alami anda. Kemudian fokuslah di sana dan kembangkan bakat itu untuk membangun kekayaan anda.

Kedelapan profil yang diwakili oleh tokoh suksesnya itu membangun kekayaannya dengan caranya masing-masing. Tidak semuanya harus menjadi pedagang.

Temukan bakat alami anda, fokus, serahkan sisanya kepada ahlinya. Dan anda pun insya Allah akan berada di jalan tol menuju kekayaan yang diidam-idamkan.

Wednesday, July 25, 2007

Guru sukses ada di mana-mana....

Sore tadi, saya diajak seorang teman menemui seorang pengusaha yang bergerak di bidang jasa konstruksi.

Skala usahanya? Sudah bisa dibilang miliarder. Proyeknya bertebaran di mana-mana. Yang terbaru adalah proyek pembangunan sebuah hotel beberapa lantai.

Beliau cerita, memulai menjadi TDA pada tahun 94, setelah sebelumnya menjadi karyawan selama 2 tahun.

Saya takjub, untuk ukuran usahanya yang sudah demikian besar, masih mau berbagi ilmunya dengan saya dan teman saya yang masih "hijau". Baru-baru ini, dia jg mulai bermain sebagai developer kecil-kecilan, dan baru saja menjual 2 buah rumah yang dibangunnya sendiri masing-masing seharga 600 juta. Masih ada 2 rumah yg sudah hampir selesai dibangun, sudah diiklankan di koran, dengan kisaran harga juga sekitar 600 jutaan.

Proses dirinya menjadi seorang pengusaha yang mandiri sangat menginspirasi. Dia tidak dilahirkan dari keluarga yang berada. Kuliahnya dulu di Teknik Sipil Petra Surabaya pun dibiayai oleh pamannya. Dia juga menyinggung, karena prosesnya yang benar-benar berangkat dari nol itulah, hingga dia tidak pelit membagikan ilmunya dengan kami.

Dengan mantap dia berkata pada kami, "Kalian belajarlah. Mulai dari yang kecil-kecil dulu. Saya dulu juga begitu."

Ah, Tuhan sudah mengirimkan seorang guru lagi. Saya jadi ingat sebuah pepatah bijak (saya lupa darimana, mungkin salah satu dari Zen?) "Ketika Sang Murid Siap, Datanglah Sang Guru"

Benar. Ketika saya baru mulai berpikir ke arah sana, saya seperti ditunjukkan jalan ke Pak Roni, Pak Purdie, Candra dan yang lain-lainnya.

Subhanallah.

Wednesday, July 18, 2007

Bisnis Bagi Pemula

Beruntunglah mereka yang memiliki keluarga pengusaha. Sejak kecil, sudah dibiasakan dengan kegiatan-kegiatan bisnis. Sehingga tidak heran, mereka sudah tidak canggung lagi ketika suatu saat menjalankan bisnis mereka sendiri.

Saya tidak seberuntung itu. Keluarga besar saya, baik dari pihak Ibu maupun Bapak sangat jarang yang menjadi pedagang/pengusaha. Menjadi PNS, anggota TNI/Polri maupun karyawan, adalah profesi utama keluarga saya.

Lalu, apakah saya akan menerima begitu saja nasib saya? Hanya karena saya tidak terbiasa dengan kegiatan bisnis, atau pola pikir/mindset seorang pengusaha, terus saya akan menyerah dan selamanya menjadi karyawan?

Pengalaman memang penting. Tapi kita tidak harus mengalaminya sendiri. Pengalaman orang lain juga bisa dijadikan pelajaran. Untunglah, saya menemukan website Pendiri TDA ini. Saya juga berkesempatan untuk mengikuti workshop Enterpreneur University-nya Pak Purdi E Chandra. Sejak itu, proses menjadi seorang pengusaha sepertinya mengalir begitu saja.

Di TDA, banyak sekali inspirasi maupun tips yang sifatnya street smart. Di EU, selain mendapatkan tips-tips bisnis, saya juga bertemu dengan partner bisnis saya sekarang, yaitu Candra dan Zainal. Masih ada satu partner lagi yaitu Juni. Tanpa kita sadari, kita berempat ternyata memiliki kompentensi masing-masing, yang saling melengkapi. Candra kuat di keuangan, maklumlah, latar belakang keluarganya memang pengusaha semua. Juni sangat bagus di SDM dan birokrasi. Zainal, sebagai manajer sebuah perusahaan konsultan, kemampuan manajerialnya sangat bagus. Sementara saya sendiri lumayan bagus di ide-ide marketing, dan bisa memanfaatkan kontraktor-kontraktor rekanan perusahaan tempat saya bekerja untuk merenovasi tempat usaha.

Saya berkesimpulan, seseorang yang sangat awam di bidang bisnis seperti saya tetap bisa menjadi seorang pengusaha jika melakukan hal-hal seperti berikut :

1. Tetap belajar dan selalu open mind. TDA adalah resources yang bagus.

2. Berkolaborasilah. Sangat beresiko bagi seorang awam untuk mencoba berbisnis sendiri. Dengan berkolaborasi, modal menjadi lebih ringan, dan semua hal bisa dipikirkan bersama-sama.

3. Perluas networking.

Itu adalah langkah untuk berpindah ke kuadran kanan versi saya. Barangkali dari pembaca ada yang mau menambahkan?

Sunday, July 15, 2007

Inspirasi Bisnis : Bakmi Jogja

Di Samarinda, baru saja dibuka Bakmi Jogja. Mungkin, baru sekitar 1 bulan. Saya tidak tau itu franchise atau bukan. Lokasinya terlewati oleh saya setiap kali berangkat - pulang kerja. Setiap kali saya melewatinya, selalu ramai dengan pengunjung. Spontan, insting bisnis saya bertanya, apa yang membuatnya begitu digemari masyarakat Samarinda dalam waktu yang begitu singkat?

Terdorong oleh rasa penasaran (saya lebih tertarik dengan bisnisnya daripada rasa bakminya), saya pun mencobanya ketika pulang dari tempat kerja. Ketika saya datang, di bagian depan penuh dengan orang yang sedang mengantri untuk dibungkuskan. Di bagian dalam, penuh juga. Bisnis yang mantap, kata saya dalam hati.

Ternyata, Bakmi Jogja cuma menyajikan 3 menu, yaitu Mie Goreng, Mie Rebus dan Nasi Goreng. Semua harganya sama, 8000 rupiah. Minumannya pun hanya softdrink (Fanta, Teh Botol Sosro, dan Aqua botol tanggung) dengan harga yang juga seragam, 3000 rupiah. Rasa makanannya? Hmm... biasa saja. Tidak istimewa. Bahkan mungkin lebih enak Bakmi atau Nasi Goreng keliling yang biasa lewat di depan rumah. Lalu, apa yang membuatnya laris luar biasa?

Saya akui, owner Bakmi Jogja ini cukup cerdik. Sengaja dibuatnya pilihan menu yang sedikit, jadi tidak ribet. Belanja bahan baku lebih mudah. Pelayanan kepada konsumen pun jadi lebih cepat, karena memasaknya juga bisa banyak porsi sekaligus. Ketika menghitung bill-nya pun bisa cepat. Cukup bertanya, makannya berapa, minumnya berapa. Karena semua harganya sama.

Memang belum terbukti, apakah Bakmi Jogja akan tetap laris seperti sekarang ini untuk waktu-waktu yang akan datang. Namun, terlepas dari itu, saya tetap salut dengan strateginya yang irit menu itu. Saya bahkan tidak malu-malu untuk meniru model bisnisnya untuk diterapkan pada bisnis saya nanti. Pokoknya ATM (Amati, Tiru, Modifikasi) saja. Tentang marketingnya yang membikin laris manis itu? Gampaaang.... semuanya sudah diajarkan Pak Tung DW dan Pak Purdie Chandra. Tinggal actionnya saja.

Dan tibalah saatnya.....

Besok, Senin 16 Juli 2007, TK & Playgroup kami resmi memulai hari pertama. Alhamdulilaah... Kami bangga dengan pencapaian ini, setelah sekian bulan bekerja mempersiapkannya.

Jumlah murid sampai dengan tulisan ini diturunkan sudah mencapai 50 orang. Hasil yang cukup menggembirakan, mengingat kami baru menjalankan kegiatan marketing secara efektif pada bulan April. Ternyata mepetnya waktu tidak membuat kami panik. Justru membuat kami makin kreatif dalam aktifitas marketing.

Satu langkah sudah dijalani. Action pertama sudah terlaksana. Tapi jalan masih panjang. Kami harus menjaga amanah para orang tua yang sudah mempercayakan putra-putrinya kepada kami. Kualitas, kualitas dan sekali lagi kualitas, adalah mantra yang harus senantiasa kami terapkan di bisnis ini. Tahun pertama ini menjadi ujian. Jika kita bisa menunjukkan komitmen akan kualitas, tahun kedua kita tidak usah repot-repot menjalankan aktifitas marketing. Orang tua / konsumen yang puas adalah marketer yang paling efektif.

Sekarang, saatnya memikirkan : apa bisnis selanjutnya?

Wednesday, July 11, 2007

Adrenalin meningkat...!!!

Minggu-minggu ini, ketegangan, sekaligus rasa excited yang luar biasa, sangat terasa. Ya, persiapan menuju detik-detik pembukaan TK secara resmi sudah di depan mata. Tepatnya tanggal 16 Juli (hari senin) besok. Minggu kemarin kelas percobaan sudah sukses terlaksana. Alhamdulilah, semua berjalan lancar. Memang, masih ada sedikit-kekurangan di sana-sini. Kanopi yang belum selesai terpasang, beberapa tembok masih perlu dicat, taman dalam belum diberi koral, masalah kabel yang masih bersliweran dan sebagainya. Tapi secara umum, semua persiapan sudah 90% sempurna.

Tadi sore, Zaenal, salah satu partner di TK ngirim sms, katanya jumlah murid yang mendaftar resminya sudah 50 orang. What a great news! Sekali lagi, salah satu bukti bahwa the attractor factor bekerja! Kita masih optimis, nanti setelah kelas resmi dibuka, murid-murid playgroup akan masih bertambah lagi. Setidaknya, kelas shift siang akan terisi penuh. Amiiin.... Berpikir positif...optimis...optimis.... And let the attractor factor works!

Saturday, June 30, 2007

You are what you read....

Sepanjang yang saya ingat, saya mulai suka membaca sejak bisa membaca. Mungkin sekitar kelas 1 SD. Waktu itu, saya mulai dengan majalah Bobo. Bapak memberikan saya majalah Bobo sampe saya kelas 6. Ibu pernah cerita, waktu pertama kali saya bisa membaca, saya akan membaca apa saja yang bisa saya baca. Headline pada sobekan koran, tulisan nan mencolok pada billboard di pinggir jalan, spanduk, bahkan nama bus.

Kelas 4 SD, saya mulai mengenal Lima Sekawan karya Enid Blyton.
Ke Bukit Billycook adalah petualangan Julian, George, Anne dkk yang pertama kali saya baca. Hampir semua seri 5 sekawan sudah saya baca. Tentu saja, komik macam Donal dan Asterix pun tidak ketinggalan untuk saya lahap. Saya masih ingat benar, sebelum saya kelas 6 SD, semua buku di perpustakaan sekolah saya sudah "habis" saya baca. Saya biasa nongkrong di perpustakaan SD di istirahat pagi maupun istirahat siang, bahkan masih belum puas, dan disambung sepulang sekolah. Itupun pulangnya masih menenteng 2 buah buku, untuk dibaca di rumah. Oliver Twist karya Charles Dicken pun bisa saya baca, dari perpustakaan SD ini. Guru-guru SD saya semuanya tau, kalo saya seneng banget nongkrong di perpus. Pernah, suatu hari, saat istirahat, saya keasyikan membaca sampai tidak menyadari bel masuk sudah berbunyi. Anehnya, guru-guru yang melihat saya sedang asyik membaca pun membiarkan saya tenggelam dalam bacaan. Akhirnya, sampe waktunya pulang, saya benar2 tidak mengikuti pelajaran!

Menginjak SMP, di samping menghabiskan Lima Sekawan, saya pun mulai mengenal Trio Detektif. Sepertinya, sepanjang masa SMP sampai dengan pertengahan SMA, koleksi buku saya mulai agak stagnan. Saya mulai sibuk nongkrong dengan teman-teman, sehingga waktu membaca jadi agak berkurang. Ketika menginjak SMA kelas 3, suhu politik di negeri ini sedang panas-panasnya. Krisis ekonomi tengah memuncak, memicu krisis politik dan krisis kepercayaan kepada Soeharto. Demo-demo bermunculan, dan entah darimana asalnya, datanglah tokoh-tokoh baru yang tampil di pentas nasional. Perkenalan saya dengan bacaan-bacaan yang sangat berbau politik pun dimulai.

Dunia mahasiswa. Saya mulai berkenalan dengan filsafat. Diawali dengan Dunia Sophie-nya Jostein Gaarder. Sebuah novel filsafat yang sederhana, mudah dicerna tapi mencakup keseluruhan filosof-filosof penting yang pernah lahir, dari sejak Socrates sampe Soreen Kiergaad (duh, ngejanya bener ga tuh?). Entah bagaimana, saya pun bisa "menemukan" seorang Gede Prama. Banyak tulisannya yang mencerahkan, dan mungkin menjadi awal pergulatan intelektual sekaligus spiritual saya. jarang ada penulis Indonesia yang bisa menampilkan intelektualitas segaligus spiritual dalam setiap tulisannya. Oya, dalam jagad fiksi dan sastra, saya juga mulai mengenal Pramudya Ananta Toer. kalo tidak salah, teman2 HMI yang mengenalkannya pada saya. Saya kira, Pram adalah penulis terbesar Indonesia, sampai saat ini. Masterpiece-nya, Tetralogi Pulau Buru (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, Rumah Kaca) telah membawanya menjadi nominator Nobel Sastra sampai beberapa kali.

Bisnis & Entrepreneurship. Tipping point saya terjadi pada sekitar tahun 2003. Masih mahasiswa waktu itu. Seorang teman meminjamkan buku Rich Dad Poor Dad-nya Robert Kiyosaki. Buku tipis itulah yang mengubah sudut pandang saya secara radikal. Hampir semua seri Rich Dad sudah saya koleksi. Sekarang, buku-buku bisnis, manajemen, investasi maupun finansial mendominasi koleksi saya. Beberapa diantaranya adalah harta karun, hasil pemikiran dari tokoh-tokoh yang sangat visioner, seperti Prof. W. Chan Kim (Blue Ocean Strategy) dan Bill Gates (Bussiness @ the Speed of Thought). Yang masih berhubungan, seperti buku motivasional untuk menguatkan mental juga tidak ketinggalan untuk melengkapi koleksi saya.

Friday, May 18, 2007

Bussiness must be fun..!!

Formalnya, saya telah memulai sebuah bisnis. Bersama 3 kawan, saya membuka sebuah TK & Playgroup. Kami memilih untuk mengawali bisnis kami berupa TK & Playgroup dengan pertimbangan, nantinya kalo sudah jalan kita tidak perlu turun langsung untuk operasionalnya. Sudah ada guru dan kepala sekolah yang akan menjalankan operasional perusahaan sehari-hari.

Mengapa kami memilih untuk tidak repot-repot mengurusi operasional harian? karena kami akan segera membuka bisnis yang lainnya. Buka 1 bisnis, biarkan jalan dengan otomatis, buka bisnis lainnya, biarkan jalan dengan otomatis, buka bisnis lainnya.... begitu seterusnya...... itu menjadi visi kami.

Referensi bisnis saya untuk saat ini adalah Blognya Pak Roni Yuzirman. Beliau adalah founder dan koordinator komunitas Tangan Di Atas (TDA). Saya banyak belajar dan terprovokasi oleh tulisan-tulisan di blog-nya pak Roni ini.
Jujur saja, pencarian saya selama ini (untuk masalah bisnis) terjawab sudah oleh Pak Roni dkk. Apa yang diajarkan di blog tersebut sejalan dan sesuai dengan nilai-nilai yang saya anut.

Karena pak roni pula, saya jadi kenal dengan (ide-ide) Brad Sugars. Saat ini, yang saya jalankan pun mencoba untuk mengikuti "track" yang ditunjukkan oleh Brad Sugars. Pak Roni sendiri terus terang mengakui, apa yang dijalankannya saat ini adalah mengikuti "petunjuk" Brad Sugars. Jadi, saya belajar pada Pak Roni = belajar pada Brad Sugars.

Setelah TK & Playgroup kami berjalan, sekarang ini kami mulai mengkonsep bisnis lainnya. Ide sudah ada di kepala, tempat usaha sudah ditentukan, tinggal langkah-langkah teknisnya saja. Sabtu besok, insya Allah kami akan mencoba bereksperimen dulu. Visi kami, usaha yang kedua ini harus bisa difranchise-kan. Untuk itu, kami mencoba untuk membuatnya sesimple mungkin. Biar mudah untuk diduplikasi. Target : tahun 2008 harus sudah buka cabang minimal 5 cabang.