Saturday, October 06, 2007

Being Backpacker



Sudah lama saya ingin menjadi backpacker. Rasanya lebih eksotis dibandingkan melakukan perjalanan wisata yang diatur oleh travel agent. Selain itu, lebih bebas. Spirit of freedomnya lebih terasa.

Sambil ber-backpacking, saya akan menjelajahi kekayaan & keragaman kuliner khas Indonesia. Mirip Pak Bondan "Mak Nyuuzz" Winarno kali ya... Ngiri banget tiap kali liat acaranya beliau. Saya selalu penasaran dengan masakan-masakan daerah yang unik-unik itu. Alhamdulillah, sejauh ini lidah saya cocok-cocok aja tiap kali mencoba makanan baru. Seorang teman pernah berkata, katanya bagi cowok itu cuma ada 2 rasa masakan, enak dan enak banget, alias semuanya doyan!! ha..ha... tapi emang bener juga si...

Kalo saya ingat-ingat, rasanya aktivitas backpacking ini sudah saya lakukan sejak saya mulai kuliah dulu. Tempat kuliah saya berbeda kota dengan rumah saya, dan perjalanan dari kota saya ke ke kota tempat kuliah biasanya ditempuh dengan kereta api kurang lebih 5 jam. Saya sering tidur di stasiun atau terminal (bareng teman2 tentunya) dan merasa enjoy aja. Sewaktu SMA pun saya suka naik gunung. Dan sampai sekarang, rasanya saya lebih nyaman memakai tas model backpack dan sandal gunung.



Suatu saat nanti, impian saya adalah bisa melakukan backpacking di Eropa. Mmmm.. dimulai dari mana ya... Venesia (the most exotic place), trus Florence (where Da Vinci was born), Yunani/Greece (wher all modern knowledge & civilization was begun), Paris (city of the cities) ha..ha.. Mimpi kali ya... gapapa, mimpi kan gratis

Saturday, September 22, 2007

Berikan Yang Terbaik Dari Dirimu....

Orang sering keterlaluan, tidak logis, dan hanya mementingkan diri.
Bagaimanapun, maafkanlah mereka.

Bila engkau baik hati, bisa saja orang lain menuduhmu punya pamrih.
Bagaimanapun, berbaik hatilah.

Bila engkau sukses, engkau akan mendapat beberapa teman palsu, dan beberapa sahabat sejati.
Bagaimanapun, jadilah sukses.

Bila engkau jujur dan terbuka, mungkin saja orang lain akan menipumu.
Bagaimanapun jujur dan terbukalah.

Apa yang engkau bangun bertahun-tahun mungkin saja dihancurkan orang lain hanya dalam semalam.
Bagaimanapun bangunlah.

Bila engkau mendapat ketenangan dan kebahagiaan, mungkin saja orang lain jadi iri.
Bagaimanapun berbahagialah.

Kebaikan yang engkau lakukan hari ini mungkin saja besok sudah dilupakan orang;
Bagaimanapun berbuat baiklah.

Bagaimanapun, berikan yang terbaik dari dirimu!

Engkau lihat, akhirnya ini adalah urusan antara engkau dan Tuhanmu.
Bagaimanapun ini bukan urusan antara engkau dan mereka.

Bunda Theresa

Wisdom of The Day

"Find something you can be passionate about."

Martha Stewart

Sunday, September 09, 2007

Berguru Pada Seorang Marketer Handal.....

Hari Sabtu kemaren, saya mendapatkan pelajaran selling/marketing dg cara praktek langsung bersama ahlinya. Namanya Bu Susi. Beliau spesialis memasarkan produk-produk property seperti kios, ruko, rumah dan tanah. Bu Susi memulai debutnya sebagai sales/marketer di Grup Lippo (kalau nggak salah perumahan Lippo Karawaci).

Mengikuti suami yang ditugaskan di Samarinda, Bu Susi pun menjajal skillnya di ibukota Kaltim ini. Lembuswana Mall menjadi salah satu proyek yang tersentuh oleh tangan dinginnya. Konon katanya sih, 80% ruko dan kios di Lembuswana dia yang jual.

Setelah seluruh kios & ruko Lembuswana habis terjual, Bu Susi bergabung dengan proyek yang dikembangkan oleh developer dimana saya bekerja, sebuah kawasan perumahan di pinggiran kota Samarinda. Prestasi penjualan rumah kami memang meningkat cukup signifikan setelah Bu Susi bergabung dengan kami. Kepada siapa dia menjual rumah-rumah di proyek kami? Tak lain kepada 'mantan-mantan' konsumennya yang membeli ruko/kios di Lembuswana Mall. Sayangnya, Bu Susi cuma 2 bulan bergabung dengan tim kami, karena harus mengikuti suami yang dipindahkan ke Jakarta.

Hari Kamis kemaren, kami me-launching ruko kami yang pertama. Hanya 13 unit yang kami luncurkan untuk melakukan test & measure pasar. Ternyata, Bu Susi ini sudah menantikan launching ruko di perumahan kami, karena banyak customernya yang sudah menanyakan kapan ruko di perumahan kami ini akan diluncurkan. Jadi, pada Jumat sore beliau khusus datang dari Jakarta hanya untuk menjual ruko-ruko ini.

Sabtu pagi, driver kantor saya sudah janjian dengan Bu Susi untuk mengantar beliau menemui beberapa prospeknya yang tertarik untuk membeli ruko. Saya memutuskan bahwa saya harus ikut biar bisa belajar langsung. Saya kira, cara belajar yang paling baik memang dengan cara praktek langsung. Dalam hati saya berpikir, ini nih, saatnya melihat langsung di lapangan, kira-kira sesusai nggak, dengan teori-teori atau trik-trik yang selama ini ada di buku.

Benar saja, banyak banget hal-hal yang menurut saya baru (karena saya bukan orang sales/marketing, saya pure orang teknik yang kebetulan suka baca buku marketing). Dalam melakukan deal-deal transaksi dengan para kliennya, Bu Susi lebih banyak melakukan pendekatan secara personal. Betul-betul personal. Setiap kliennya diperlakukan tidak semata-mata untuk kepentingan bisnis. Mereka sudah dianggap seperti keluarga sendiri. Rata-rata, kliennya yang kami datangi pada hari itu telah membeli properti lewat Bu Susi lebih dari 3 kali. Bahkan, ada yang sudah 6 kali membeli properti padanya!

Ketika Bu Susi presentasi pada salah satu kliennya, saya perhatikan betul-betul apa yang diomongkannya, bagaimana upayanya untuk "menggiring" prospek mulai dari tidak tahu, jadi tahu, tertarik, dan akhirnya closing. Dahsyat banget memang teknik persuasinya. Di mobil pun, Bu Susi sibuk menelepon klien-kliennya yang lain. Saya perhatikan baik-baik tehnik "tele marketing"-nya itu. Rata-rata kliennya yang diteleponnya juga tertarik, beberapa bahkan langsung membuat janji untuk bertemu sore hari itu juga di lokasi ruko. Hari itu, kalo tidak salah Bu Susi berhasil meng-closing 5 buah ruko. Mantap!

Esoknya, hari Minggu Bu Susi terbang lagi ke Jakarta, karena memang hari Senin sudah harus masuk kerja. Oya, sekarang ini dia menjadi salah satu Marketing Executive perumahan mewah The Spring Hill, Kemayoran.

Hmm, satu lagi pelajaran yang sangat berharga di hari Sabtu yang cukup cerah ini.....

Friday, September 07, 2007

Home is Where My Heart is....


Tiba-tiba aku merindukan rumah. Rumah tempat aku pulang. Rumah dimana aku akan kembali setelah seharian bekerja. Rumah dimana segala kehangatan akan menyambutku, menghapuskan penat dan letihku.

Rumah bukan sekedar bangunan yang terdiri dari pondasi, dinding dan atap. Rumah adalah tempat berlindung ketika panas menyengat, hujan mengguyur maupun dingin menyergap. Sebuah rumah haruslah hangat sekaligus sejuk.

Separuh dari seluruh hidup kita seharusnya dihabiskan di rumah. Mencari nafkah & rezeki, bisa dilakukan dari rumah. Rumah adalah sekolah terbaik untuk seorang anak. Dengan teladan guru yang terbaik, ayah dan ibu. Alam akan menjadi buku pelajarannya. Dan cinta akan menjadi kurikulumnya.

I wanna go home....

Sunday, September 02, 2007

Pesan Dari Bunda.....

Kemaren telpon Ibu.

Mohon doa restu agar bisa dimudahkan semua urusan serta dilancarkan semua pintu rezeki.

Dan Ibu pun menjawab singkat "Bagaimana sholat Dhuha mu?"

Baca Buku : Sebuah Kemewahan....

Kalo diingat-ingat lagi, rasanya lebih enak waktu jaman masih kuliah di Solo dulu. Waktu itu hobby baca buku bisa dilakukan kapan saja. Maklum, namanya mahasiswa. Banyak waktu luang dong. Kalo sekarang? Uh... Rasanya susah banget untuk nuntasin sebuah buku dalam sekali baca. Bisa butuh waktu 2 minggu sampe sebulan untuk menyelesaikan 1 judul buku. Padahal, baca buku (terutama novel) itu paling nikmat kalo gak sampe keputus di tengah jalan. Yah, habis mau gimana lagi? Namanya juga masih status di-BOTOL-in sama orang lain. (bagi yang belum tau artinya BOTOL bisa liat di sini)

Tapi itu juga masih mendingan. Dulu ketika masih ditempatkan di kantor pusat sebagai staff teknik, saya malah tidak sempat beli buku sama sekali. Baca buku apalagi. Pulang kerja jalan macet, sampe kos badan capek. Gak sempet mikir untuk baca buku. Sabtu-minggu? Seringnya lembur. Jadilah selama setahun di Jakarta nyaris gak ada tambahan koleksi buku baru. Sekarang di Samarinda, bisa lah untuk menyempatkan waktu ke Gramedia. Yup, biarpun pekerjaan di proyek relatif lebih berat, tapi entah bagaimana kok ya saya masih bisa sering-sering ke Gramedia buat nambah koleksi. Mungkin karena kota Samarinda tidak seruwet di Jakarta. Jalanan pun relatif masih lancar. Memang betul, di Jakarta itu waktu dan energi kita habis di jalan.

Saya ingat, dulu waktu masih di Solo saya bisa melahap novel Taiko (thanks to Hilman) yang tebelnya naujubile itu dalam waktu 3 hari saja. Semua serial Harry Potter rata-rata bisa tamat dalam semalam. Nikmat sekali rasanya. Sekarang? Buku Long Tail tulisannya Chris Anderson yang saya beli pada bulan Juni aja baru saya tuntasin, itupun butuh waktu semingguan. Padahal tebalnya gak seberapa. The Art of the Deal-nya Donald Trump yang sudah sebulan saya beli juga masih belum tersentuh. Beberapa novel juga belum tersentuh sama sekali. Macam Celestine Prophecy-nya James Redfield dan 100 Years of Solitude-nya Gabriel Garcia Marquez. Keduanya memang novel lama. Saya cuma penasaran aja sama kedua novel yang luar biasa itu. Layak banget untuk dikoleksi, yang nulis pemenang Nobel Sastra gitu loch...

Memang sih, jaman kuliah dulu sumber daya (dana maksudnya) untuk nambah koleksi buku sangat terbatas. Namanya juga anak kos yang masih mengandalkan kiriman. Tapi kalo diingat-ingat, rasanya anggaran terbesar saya (setelah kos dan makan) memang buat beli buku. Sekarang, karena udah bisa cari duit sendiri, ibaratnya mau tiap hari beli buku juga bisa. Ironi memang. Waktu masih mahasiswa, dimana saya harus nahan diri kuat-kuat kalo mau beli buku, saya malah bisa sangat menikmati indahnya saat-saat membaca buku kapan saja saya mau. Yup, biarpun gak bisa beli, kan ada persewaan buku di dekat kampus yang sangat lengkap dan up to date. Waktu itu cukup bayar 4 ribu sudah bisa "ngabisin" Harry Potter. Sekarang, dimana saya bisa beli buku kapan saja saya mau, eeeh, waktu untuk membacanya yang gak ada. Jadi, kalo ada kesempatan untuk baca, saya akan memanfaatkan kemewahan tersebut dengan sebaik-baiknya.

Nonton Bareng The Secret


Tadi sore, saya, Juni dan Zaenal bareng-bareng nonton film The Secret yang menghebohkan itu. DVDnya sendiri sudah 1 mingguan saya beli, tapi baru saya tonton tadi sore. Bukannya gak sempet, tapi emang lebih asyik kalo nontonnya rame-rame bareng sama orang yang seide dan sepikiran. Sayang, Candra gak bisa ikut nonton bareng karena sedang ada urusan bisnis di Jakarta.

Tempat nonton bareng sengaja dipilih di TK kita. Hitung-hitung sekalian nengok warung. Kayaknya emang semakin mantep aja nih setelah nonton The Secret. Kita jadi tambah yakin dan PD. Pokoknya termotivasi banget lah....

Apalagi, Sabtu malam kemaren kita juga habis diprovokasi oleh motivator dan pengusaha nasional Pak Jaya Setiabudi di forum mentoring EU Samarinda. Fiuuuh, tambah kebakar aja rasanya. Malam sebelumnya, Jumat malam Pak Purdi kebetulan juga datang ke Samarinda. Baik Pak Purdi maupun Pak Jaya sama-sama sedikit mengupas materi yang ada di The Secret. Wah, memang sensasional betul buku/film The Secret ini. Tinggal actionnya aja nich. Semangat...semangat...!!!

Thursday, August 30, 2007

Wisdom of the Day

Before you lead, you have to learn how to follow.
Anonymus


A leader leads by example, not by force.
Tsun Zu, The Art of War



...

Thursday, August 23, 2007

Tangga dan Lift

Tangga dan Lift memiliki fungsi yang sama. Sebagai connector antara lantai bawah ke lantai atasnya pada sebuah gedung. Dengan lift, kita tidak usah cape-cape, tinggal masuk, tekan tombol untuk menuju lantai berapapun yang kita inginkan, tunggu barang 1 - 5 menit (tergantung tingginya gedung)....wuzzz sampailah kita. Lain halnya dengan tangga. Kita sepenuhnya menggunakan tenaga dan kemampuan kita sendiri untuk menuju lantai yang kita inginkan. Karena itulah, pada masa sekarang tangga umumnya digunakan untuk ketinggian gedung maksimal 4 lantai. Lebih dari itu? Fiuhhh... bisa-bisa betis bengkak-bengkak.

Kita dibikin nyaman oleh lift. Nyaris tak ada tenaga yang kita keluarkan. Sudah ada motor penggerak yang digerakkan oleh energi listrik. Jadi tenaga kita diganti dengan energi listrik. Di sini, kita tergantung pada motor penggerak yang mengangkat lift dan energi listrik yang menggerakkan motor. Satu-satunya tenaga yang kita keluarkan mungkin hanya untuk menekan tombol saja. Selebihnya, kita pasif dan "pasrah" saja, dibawa oleh lift, naik ataupun turun.

Sebaliknya, tangga menuntut kita untuk aktif sepenuhnya. Tenaga yang kita keluarkan sebanding dengan pencapaian kita. Naik dari lantai 1 ke lantai 3 tentu saja butuh energi 2x lipat dibandingkan dengan naik dari lantai 1 ke lantai 2. Kita diharuskan aktif. Seberapa tinggi kita ingin naik, atau seberapa cepat kita ingin sampe ke lantai yang kita tuju tidak tergantung pada siapa-siapa. Kita sendiri yang menentukan.

Kehidupan ini mirip dengan tangga dan lift. Seringkali kita mengandalkan faktor eksternal untuk meraih tujuan kita. Sama seperti lift, faktor eksternal berada di luar kontrol kita. Jika lift bisa tiba-tiba macet karena rusak atau mati listrik, faktor eksternal pun bisa "macet" tanpa kita bisa mencegahnya. Nepotisme dalam karir maupun bisnis adalah "lift" kita. Dengannya, kita bisa "naik" ke posisi yang lebih tinggi dengan lebih cepat. Tapi, siapa yang bisa mencegah jika "lift" itu ternyata tiba-tiba macet, orang yang kita jadikan "gantungan" tiba-tiba pindah jabatan atau dipecat misalnya?

Jika kita menapaki tangga kehidupan kita sendiri, semuanya berada dalam kontrol kita. Kita tinggal melangkah saja. Tidak perlu melihat keseluruhan anak tangga. Cukup melangkah ke anak tangga yang di depan kita saja. Toh nantinya akan sampai juga. Mau cepat atau lambat atau seberapa tinggi kita ingin meraih tujuan kita, kita sendiri yang menentukan. Jika ingin lebih cepat atau lebih tinggi, tentunya "energi" yang kita keluarkan harus lebih besar. Energi di sini adalah skill kita, sikap dan mental kita. Senantiasa belajar adalah cara untuk meningkatkan energi ini.

Bukankah jauh lebih membahagiakan, mencapai tujuan kita dengan upaya kita sendiri? Kita sendiri yang menentukan nasib kita, bukan orang lain. Dan kitapun tidak perlu kuatir akan mati listrik. Karena kaki kita sudah terbiasa menapaki tangga-tangga kehidupan kita sendiri.