Friday, August 17, 2007

Memberi : Kebahagiaan yang Tertinggi

Saya tergelitik untuk memposting tulisan ini karena pengalaman saya ketika mau sholat jumat tadi siang. Lokasi mesjidnya cukup jauh dari tempat tinggal saya. Hampir 1 km dan saya hanya jalan kaki saja. Baru sekitar 100-an meter saya berjalan, tiba-tiba ada sepeda motor berhenti di samping saya, arahnya dari belakang. Yang mengendarai anak muda, mungkin masih SMU. "Mau ke masjid Om?" tanyanya sambil menawarkan boncengan. Tanpa ragu, sayapun langsung naik ke motornya dan bersama-sama kami menuju masjid untuk sholat jumat.

Saya sangat terkesan dengan anak ini. Baginya, saya adalah orang asing. Tapi tanpa ragu-ragu ia mau saja menawarkan tumpangan. Saya berpikir dalam hati, ini adalah salah satu bentuk shodaqoh yang paling tinggi tingkatannya. Ah, mungkin Tuhan sedang mengingatkan saya melalui anak ini karena saya sudah cukup lama tidak melakukan shodaqoh.

Pak Purdi dalam salah satu mentoring Entrepreneur University pernah mengatakan bahwa memberi/shodaqoh adalah latihan paling mendasar untuk menjadi pengusaha. Penjelasannya begini, dalam setiap bisnis, pasti didahului dengan suatu investasi. Nah, buat pemula yang baru mau belajar bisnis biasanya takut untuk berinvestasi. Wajar, karenan mindset-nya selama ini adalah "menerima" gaji, bukan "mengeluarkan" investasi. Padahal, ini hanya masalah urutan saja. Pengusaha memang mengeluarkan terlebih dahulu (investasi), tapi nantinya diharapkan akan ada imbal hasil atas investasinya tadi. Jadi, menerimanya belakangan. Bukankah ada resiko atas investasi tersebut? Betul, justru pelajaran yang paling penting di sini adalah, bagaimana mengelola resiko tersebut agar masih bisa di bawah kontrol kita. Makanya, Pak Purdi menyarankan, latihan untuk investasi dimulai dengan membiasakan diri untuk shodaqoh. Logikanya begini, kalo kita sudah tidak merasa sayang dengan uang yang dikeluarkan untuk shodaqoh yang sudah pasti "hilang" (sebenarnya tidak hilang, karena Tuhan sudah berjanji untuk menggantinya), maka untuk mengeluarkan uang untuk diinvestasikan mestinya bisa lebih santai lagi, karena toh investasi itu nantinya akan menghasilkan di kemudian hari.

Bagi saya, bisa bershodaqoh adalah kebahagiaan tertinggi yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada saya. Contoh yang paling simple, dulu ketika masih kecil saat-saat yang paling membahagiakan kita adalah saat hari raya lebaran. Waktu itu saudara-saudara yang lebih tua, Kakek, Nenek, Pak Dhe, Om, Tante akan membagikan uang kepada kita. Sekarang, giliran saya yang membagikan uang ke keponakan-keponakan dan sepupu-sepupu saya yang masih kecil. Dan saya merasa jauh lebih bahagia ketika bisa memberi uang daripada ketika diberi uang seperti saat masih kecil dulu.

Bentuk shodaqoh bisa bermacam-macam. Salah satu mentor EU bercerita, dia bershodaqoh dengan cara menyumbangkan fasilitas wudhu di beberapa langgar dan masjid. Simple, tapi maknanya dalam sekali. Katanya, itu bisa diibaratkan dengan royalti/passive income. Dia cukup "investasi" shodaqoh sekali saja dengan membangun tempat wudhu, tapi "income" pahalanya kan mengalir terus ke "rekening" amalnya selama masih ada orang yang berwudhu di situ. Ha..ha..ha... dasar pengusaha, menganalogikan shodaqoh kok diibaratkan dengan bisnis. Tapi memang masuk akal juga sih. Hmm... mudah-mudahan suatu saat saya bisa "investasi" amal seperti dia. Tidak hanya tempat wudhunya, kalo bisa tempat sholatnya alias masjidnya sekalian.

Di sebuah vihara yang sering saya lewati, ada tulisan besar yang bagus sekali tentang memberi. Bunyinya "Janganlah Engkau Memberikan Sesuatu Kepada Orang Lain yang Engkau Sendiri Tidak Mau Menerimanya". Maknanya dalam sekali bukan?

No comments: